Saat anda tak memiliki kata-kata yang perlu dibicarakan, diamlah. Cukup mudah untuk mengetahui kapan waktunya berbicara. Namun, mengetahui kapan anda harus diam adalah hal yang jauh berbeda. Salah satu fungsi bibir adalah untuk dikatupkan. Bagaimana anda bisa memperhatikan dan mendengarkan dengan lidah yang berkata-kata. Diamlah demi kejernihan pandangan anda.
Orang yang mampu diam di tengah keinginan untuk berbicara mampu menemukan kesadaran dirinya. Sekali anda membuka mulut, anda akan temui betapa banyak kalimat-kalimat meluncur tanpa disadari. Mungkin sebagian kecil kata-kata itu tidak anda kehendaki. Seringkali orang tergelincir oleh kerikil kecil, bukan batu besar. Butiran mutiara indah hanya bisa tercipta bila kerang mutiara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sekali ia membuka lebar-lebar cangkangnya, maka pasir dan kotoran laut akan segera memenuhi mulutnya.
Inilah ibarat, kekuatan anda untuk diam. Kebijakan seringkali tersimpan rapat dalam diam para bijak. Untuk itu anda perlu berusaha membukanya sekuat tenaga. Bukankah pepatah mengatakan, “diam adalah emas”
Begitulah pepatah mengatakan “diam itu emas”, tetapi apakah selamanya akan menjadi emas? jika tindakan diam lama-lama menggerogoti kesabaran hati,memunculkan pikiran-pikiran negatif, dan pada akhirnya menyiksa diri sendiri.
Saya bukanlah seorang yang mampu menyimpan perasaan apalagi menyimpan sesuatu yang dapat menyulut emosi, lebih kepada  ingin segera mengungkapkan apa yang menjadi pikiran saya seketika itu. Tak pernah memikirkan apa yang terjadi setelahnya.
Tetapi  lambat laun saya mulai memikirkan apa dampak “kediaman” tersebut, lega mengungkapkan yang berpotensi merubah kondisi kondusif atau tetap dengan “keterdiaman” tetapi menganjal di hati.
Seharusnya tinggal memilih satu diantara dua opsi di atas, proses memilih inilah yang akan semakin mendewasakan saya. Timbang menimbang apa yang bakal terjadi,pusing-bingung, tentu saja.
Beberapa kali saya dihadapkan pada kedua pilihan di atas, dulu saya tanpa “teding aling-aling” langsung mengatakan “saya begini…kenapa anda begitu…apa sebabnya…dan blablabla”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar